Thursday, 30 August 2018

Merayakan di Atap Jawa Barat

 

Ini adalah sebuah perjalanan, lebih tepatnya pendakian gunung tertinggi di Jawa Barat, Mt. Ciremai, 3078 MDPL, yang terletak di antara Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka. Dan ini merupakan pendakian gunung pertama bagi saya.

Bukan rencana untuk melakukan pendakian ke sana. Pada awalnya teman saya memposting di story WhatsApp, akan melakukan pendakian ke Buffalo Hill yang terletak di Garut. Saya merasa harus ikut setelah melihat waktu untuk melakukan perjalanannya, pas sekali, momentum yang tepat dan kapan lagi, ujar saya.
Selain itu tempatnya juga terlihat indah dan bagus sekali.

Dua hari sebelum pemberangkatan, saya mendapat kabar dari teman bahwa tujuan ke Buffalo Hill tidak jadi karena ada suatu permasalahan internal disana. Bukan berarti pendakian dibatalkan, tapi dialihkan tujuannya menjadi ke Gunung Ciremai. Mendengar itu saya biasa saja, ayo ayo saja kemanapun pendakiannya. Setelah tahu, searching-searching dan bertanya pada teman, saya agak kaget mendengar tentang gunung itu, yang juga merupakan gunung tertinggi di Jawa barat. Karena memang pengetahuan saya tentang gunung masih kurang, apalagi soal yang tertinggi antar provinsi.

Ada banyak pertanyaan dikepala saya, apakah saya kuat? Apakah saya mampu? Apakah saya bisa sampai? dengan pengalaman minim saya tentang pendakian gunung. Tapi tekad awal saya sudah bulat, kemanapun tujuannya saya harus ikut, kapan lagi, tutur saya.

Hari Jumat tanggal 17 Agustus 2018 pukul 19:00 WIB, kami berkumpul di salah satu teman dan itu merupakan titik memulai pemberangkatan. Oh iya, kami menggunakan sepeda bermotor dan total ada 13 orang termasuk saya yang akan melakukan pendakian, 11 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Kemudian, kami dibagi menjadi 2 regu. Regu pertama terdiri dari 9 orang dan berangkat pukul 20:00 WIB. Jika kalian bertanya kenapa harus dibagi 2 regu? Karena ada salah satu teman yang mendadak ingin ikut melakukan pendakian, sehingga harus mempersiapkan peralatan pribadinya terlebih dahulu, alhasil regu ke 2 berangkat pukul 22:00 WIB. 

Dari beberapa jalur yang bisa dilalui untuk melakukan pendakian, kami memilih pendakian via Apuy, yaitu dari kabupaten Majalengka. Jalur itu merupakan jalur terdekat dengan kota kami, kota Banjar Patroman. Kami sampai di Majalengka kurang lebih sekitar pukul 23:00 WIB dan beristirahat di sebuah mesjid Jami. Di teras mesjid kami beristirahat sambil menunggu regu 2.

Singkat cerita kami kembali melakukan perjalanan pukul 05:30 WIB menuju basecamp. Belum saja sampai puncak, bahkan memulai pendakian, perjalanan kami menuju basecamp suhu udara disana sudah terasa dingin sekali bagi saya. Entah bakal sedingin apa suhu di puncak sana, saya khawatir akan terkena hipotermia, pikir saya. Tapi yang saya tahu, untuk mengatasinya adalah dengan banyak bergerak, tidak terlalu lama diam/istirahat.

Oke, kami semua sudah lengkap. Di basecamp kami beristirahat sejenak, sarapan, mengecek kembali barang bawaan dan registrasi pendakian. Dari situ saya baru tahu, ternyata bukan saya saja yang pertama kali melakukan pendakian, ada sekitar 6 orang yang memang baru pertama kalinya. Dalam persiapan itu mereka yang sudah pernah atau berpengalaman melakukan pendakian sharing-sharing dengan kami yang baru pertama kali melakukan pendakian. Ya, bermanfaat sekali bagi kami.

Sabtu, 18 Agustus 2018, Pukul 09:00 WIB kami mulai melakukan pendakian. Awal perjalanan menuju pos 1 medannya tidak begitu sulit dan terjal, tapi yang menjadi kendala pertama adalah masalah pernapasan. Memang, saat kami melakukan pendakian adalah ketika sedang musim kemarau, alhasil banyak sekali debu yang beterbangan, sehingga menyulitkan kami dalam mengatur pernapasan dan akibatnya itu membuat kami mudah sekali haus, sedangkan kami harus hemat dalam menggunakan air. Sebelum melakukan pendakian kami diberi arahan dan peringatan terlebih dahulu oleh petugas di basecamp, bahwa air yang kami bawa benar-benar harus cukup, sampai kami turun gunung kembali. Karena di atas gunung tidak ada persediaan air untuk minum. Sulit memang jika harus menahan haus.

Kekhawatiran pertama saya muncul kembali, tapi itu semua saya tepis dengan semangat. "Semangat, bahwa saya harus bisa sampai di atap Jawa Barat dan merayakannya disana." 

Ditengah-tengah pendakian, kami bertemu dengan banyak rombongan lain yang melakukan pendakian, baik itu yang baru mulai naik gunung maupun yang turun gunung. Mereka yang turun gunung mungkin sudah merayakannya, merayakan hari kemerdekaan republik Indonesia di puncak sana, sebuah momen yang cukup populer dikalangan para pendaki, terlebih setelah adanya film 5cm. Setiap kami berpapasan dengan mereka yang turun gunung ataupun dengan mereka yang baru naik dan mendahului ketika kami beristirahat sejenak, mereka selalu menyapa, memberikan semangat, walaupun ada yang berupa candaan, seperti, "semangat kang di atas ada Via Vallen, ahaha" dan ataupun memberikan sebuah "tos". Ya, setidaknya itu memberikan sedikit energi untuk kami agar lebih semangat lagi mencapai puncak.

Dan saya semakin paham, sedikit perhatian yang kita terima terdapat berjuta makna didalamnya yang bisa membangkitkan kepercayaan diri seseorang. Itu lebih baik, daripada orang yang tahu dan mengingat sesuatu hal penting tapi acuh seolah melupakannya. Diem-diem bae.

Menuju pos 2, medan sudah mulai terasa semakin berat dan terjal, rasanya ingin sekali cepat untuk sampai di atas sana. Jika diibaratkan, rasa itu anggap saja sebagai "harapan" kita, untuk mecapai apa yang kita inginkan, pertama harus sabar dengan apa yang ada di depanmu, kaki harus tetap melangkah meski jalan yang dilalui pongah. Dan, ya, nikmati saja perjalanan itu, berat itu, lelah itu, emosi itu.

Dalam perjalanan, kami banyak berbincang untuk mengatasi lelah dan bosan dalam menghadapi medan, dan satu lagi yang membuat kami lega atau bersemangat kembali adalah sebuah tanda atau papan petunjuk yang menjelaskan berapa lama lagi waktu untuk mencapai pos selanjutnya.


Pukul 15:00 WIB lebih, Pos 5, kurang lebih 6 jam pendakian berat telah kami lalui, dan itu belum sampai puncak. Akhirnya kami sampai juga, tempat dimana kami akan mendirikan tenda, tempat dimana kami akan beristirahat sekaligus untuk bermalam. Sebenarnya di tiap pos juga banyak orang yang mendirikan tenda, Jika bertanya kenapa harus di pos 5? Karena itu pos terakhir yang bisa atau diizinkan untuk mendirikan tenda dan bermalam, sebelum akhirnya sampai di puncak, dan pos-pos selanjutnya tidak diizinkan untuk bermalam dikarenakan suhu yang ekstrim ketika malam hari.

Malam yang indah, serasa dekat rasanya dengan angkasa, rimba nya bintang dan sunyi yang mengisyaratkan bahwa kita harus merefleksikan diri sejenak keluar dari hingar bingar kegaduhan kota. 

Minggu, 19 Agustus 2018, kurang lebih pukul 03:30 WIB, pagi buta kami melanjutkan pendakian menuju puncak Ciremai. Kami termasuk rombongan yang santai, memang wajar, sebagian dari kami baru pertama melakukan pendakian, sehingga tidak terburu-buru untuk sampai puncak, yang penting adalah keselamatan. Satu yang perlu diingat, tujuan dari mendaki adalah pulang kembali ke rumah dengan selamat. Sedangkan rombongan lain yang mendirikan tenda bersama kami di pos 5 sudah berangkat menuju puncak sejak pukul 02:00 WIB, karena yang mereka incar adalah menyaksikan indahnya matahari terbit atau Sunrise. Tinggal beberapa jam lagi, tinggal sedikit lagi padahal untuk sampai mencapai puncak, tapi kali ini medannya lebih berat dari sebelumnya, lebih curam dan banyak bebatuan didepan kami, sehingga harus menambah lagi kewaspadaan dan hati-hati dalam berpijak. Hanya kesabaran yang kami tanamkan, cepat atau lambat pasti akan sampai, perjuangan ini tidak akan sia-sia. Sama, anggap saja seperti sedang memperjuangkan cinta. Naon? Teu. :(

Kurang lebih sekitar pukul 06:40 WIB, akhirnya kami sampai di atap Jawa Barat, puncak Ciremai. Ada kepuasan tersendiri ketika  di atas sana, seperti rasa lega setelah penantian panjang. Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda-beda, tapi saya yakin mereka juga sama, ketika sampai di puncak, ada rasa bangga pada diri sendiri, ada perasaan campur aduk yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Rasa lelah dan sabar yang selalu menemani kini akhirnya terbalaskan dengan keindahan negeri di atas awan. Begitulah kami menyebutnya, yang terlihat hanya hamparan awan putih yang membentang luas. Amazing.

Sekarang sudah ada di puncak, lalu apa? Merayakannya di puncak? Bisa dibilang begitu, tapi yang saya maksud bukan merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia seperti yang lainnya.

Bagi saya, lebih dari itu, berada di atap Jawa Barat pada waktu tersebut adalah hari yang spesial. Sudah saya bilang sebelumnya, pas sekali, ini momentum yang tepat, kapan lagi bisa kesana. Jika kalian bertanya, kenapa? Karena, hari itu adalah hari ulang tahun saya. Dan teman-teman saya, rombongan saya tidak ada yang tahu ini hari ulang tahun saya, karena kami belum lama saling mengenal. Ini adalah hadiah, ini adalah surprise, dari saya untuk saya sendiri, orang pertama sebelum orang lain. Daripada menunggu dari orang lain, yang belum tentu pasti, ya, lagian siapa? Pikirku. Lebih baik ciptakan sendiri dengan cara yang baru atau belum pernah dilakukan, dengan sesuatu yang berbeda, dengan adrenalin, sekaligus dengan menantang diri sendiri. 

Sebenarnya sejak pertama mulai pendakian, itulah awal dari merayakan, yaitu, berproses menuju puncak, apa saja yang sudah dilalui, bagaiman perjuangan dalam kesabaran itu, sangat saya nikmati. Jika ketika memulai pendakian sudah merayakannya, lalu apa maksud dari merayakan di atas sana? Yes, hal itu adalah bersyukur, di atas sana saya takjub serta banyak bersyukur. Indahnya negeri di atas awan, takjub saya, hanya bisa berucap "MasyaAllah". Kemudian bersyukur masih diberi kesehatan dibertambahnya umur saat ini, bersyukur masih di beri kesempatan bisa melihat satu dari miliaran lebih atas ciptaan-Nya dan kebesaran-Nya. Bukan hanya karena sudah di atas sana saja, tapi proses menuju pun harus tetap bersyukur. Enjoy

Saya berdoa di atas sana, saya ingin melihat lebih banyak lagi atas ciptaan dan Kebesaran-Nya, ingin melihat dunia ini lebih luas lagi, dengan kaki ini, mata ini dan hati ini. Begitulah yang saya rasakan pada saat itu, terlebih lagi ingin melihat dan merasakannya bersama dengan orang tersayang yang telah menjadi ketetapan-Nya. Memang, sebelum mencapai hal besar itu semua, harus dari hal yang terkecil dulu dan melihat sekeliling atau sekitar  kita. Ada satu hal yang belum dan ingin saya lakukan, yaitu, melihat keindahan bawah samudera, apapun itu namanya snorkeling/free diving/scuba diving. Jika saya melakukannya mungkin teman-teman saya akan menyebut sebagai manusia ikan, seperti dalam sebuah komik. hahaha

Pendakian ini saya jadikan sebagai cerminan bagaimana kita hidup, agar lebih banyak bersyukur dan jangan lupakan, hargailah dari setiap proses itu. Karena ketika kita sampai di atas sana, tujuan hidupmu, cita-citamu, kita akan mengingat kembali bagaimana proses dari perjuangan itu, dan itu akan terasa nikmat sekali.

Akhirnya, sekitar pukul 13:00 WIB, dari pos 5, kami turun gunung, sudah banyak pula rombongan lain yang sudah meninggalkan pos.
Dalam perjalanan turun saya mengecek handphone, memeriksa notif, sekedar ingin melihat siapa saja yang 'ada'. Nothing, saya lupa ternyata handphone saya aktifkan dalam mode penerbangan. Itu saya lakukan karena di sana tidak ada sinyal dan untuk menghemat baterai maka saya aktifkan mode penerbangan. Mungkin malam hari atau keesokan harinya saya bisa mengeceknya.

Tak apa, yang penting saya sudah melakukannya, merayakan di atap Jawa Barat, dengan lelah, kesetiaan, perjuangan, kesabaran dan nikmati di setiap proses itu.

Selama perjalanan pendakian itu, mulai dari naik sampai dengan turun gunung, saya jadi banyak belajar hal, selain seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, saya juga belajar tentang bagaimana manajemen waktu, manajemen tenaga dan manajemen logistik. Artinya bahwa hidup itu tidak asal-asalan tapi harus terencana, itu tentang kedisiplinan. Okesiap.

Dan satu lagi, pendakian ini membuat saya ketagihan.